Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar
moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Contoh penerapan etika dalam dunia bisnis:
a. Pada saat menjelang hari raya, para anggota DPR
dilarang menerima bingkisan dalam bentuk apapun (pengendalian diri)
b. Pada saat ramadhan, pelaku bisnis mengadakan
santunan kepada anak yatim (pengenbangan tanggung jawab sosial)
c. Menciptakan sebuah perencanaan yang akan
digunakan dalam memajukan dunia bisnis kedepannya (menerapkan konsep
pembangunan berkelanjutan)
d. Menaati segala peraturan yang telah ditetapkan
perusahaan dan menjalankannya dengan sebaik mungkin (konsekuen dan konsisten
dengan aturan main yang telah disepakati bersama).
1.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi Perilaku
Etika
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan
jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan
tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang
benar itu benar, dll.
Dengan
adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis
salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi dapat diatasi.
Moral
merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak
sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua
anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan
etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi.
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang
harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus
disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok
yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia
bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal
ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain
agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
2.
Kesaling - tergantungan antara bisnis dan
masyarakat
Mungkin
ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis.
Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika,
karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya
yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada
kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat
itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah
organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada
banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya.
Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya
penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun
personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar.
Untuk
itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan
perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar
berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat
Dua
pandangan tanggung jawab sosial :
1. Pandangan klasik
: tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah
memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada
pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan
kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah
tujuan utama perusahaan.
2. Pandangan sosial ekonomi
: bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi
juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial
Pada
pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang
bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap
masyarakat.
Perilaku
bisnis terhadap etika
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah :
1.
Pengendalian diri
2.
Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
4.
Menciptakan persaingan yang sehat
5.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha kebawah
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
3.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di
tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah
guru bangsa yakni Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang
sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit
politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian
masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam
cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun
tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua
adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi
para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam
kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para
pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi
"emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu
sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk
usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional,
meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi.
Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku
usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun,
karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis
berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika
dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada
kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun
seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan
moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap
pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang
atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu
relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah
tertib
hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat
lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan
menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi
membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika
dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah
hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan
pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah
etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak
bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan
kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan
melanggar
hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi
masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas
dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian
halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran
hak asasi manusia.
Contoh
Kasus Sebagai Pelaku Bisnis
Pada
tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah
perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati
booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa
pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron
bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi
informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki
profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi,
akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut
sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik,
mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya
Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan
penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron
kemudian kolaps pada tahun 2001.
4.
Perkembangan dalam etika bisnis
Berikut
adalah perkembangan etika bisnis:
1.
Situasi Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan tahun 1960-an
Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat, revolusi
mahasiswa (diibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Bussines adn
Society.
3.
Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an
Sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an
Di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kiran 10
tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EEBN).
5.
Etika Bisnis Menjadi Fenomena Global tahun 1990-an
Tidak
terbatas lagi pada dunia barat, etika bisnis sudah dikembangkan diseluruh
dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics and Ethics
(ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5.
Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/ Diakses pada hari Kamis 31 Oktober
pukul 09.00
http://khal25.wordpress.com/2013/01/24/perilaku-etika-dalam-bisnis/ Diakses pada hari Kamis 31 Oktober
pukul 09.10
http://vegaaugesriana02.blogspot.com/2012/10/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis.html Diakses pada hari Kamis 31 Oktober
2013 pukul 09.27
Nama : Anggraini Desti Wulandari
NPM : 20210848
Kelas : 4EB10
Nama : Anggraini Desti Wulandari
NPM : 20210848
Kelas : 4EB10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar