Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha
tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan
dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur,
pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk
pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat
yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam
kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika
bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti
itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara,
tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan
dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia
itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hokum yang
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta
perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain
yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada
pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main
dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
1. Benturan
Kepentingan
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara
kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur,
Komisaris atau pemegang saham utama di suatu perusahaan. Benturan kepentingan
ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai berikut.
a. Segala
konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil
di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing ( competitor ).
b. Segala kepentingan
pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
c. Segala
hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
d. Segala
posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh ( control )
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada
hubungan keluarga.
e. Segala
penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu kepentingan
pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau produk milik
perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
f. Segala
penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.
g. Segala
penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.
h. Segala
aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go
public yang merugikan pihak lain.
Apabila situasi yang telah disebutkan terjadi atau apabila individu
tidak yakin apakah suatu situasi yang sedang terjadi merupakan benturan
kepentingan, maka harus segera dilaporkan hal – hal yang terkait dengan situasi
tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior
perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan kepentingan, maka
mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan ini kepada komite
pemeriksa. Berikut ini merupakan beberapa upaya suatu perusahaan atau
organisasi dalam menghindari benturan kepentingan adalah sebagai berikut.
- Menghindari
diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
pribadi dengan perusahaan.
- Mengusahakan
lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi
penyimpangan kegiatan pemupukan.
- Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang
dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
-
Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan
perusahaan.
- Memiliki
bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
- Menghormati
hak setiap insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar
pekerjaan dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.
- Tidak akan
memegang jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang
berwenang.
- Menghindari
diri dari memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada suatu
perusahaan atau organisasi pesaing dengan cara.
· Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau kecurigaan
adanya benturan kepentingan.
· Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan
benturan kepentingan pada suatu kontrak yang telah disetujui maupun yang belum
disetujui.
· Tidak akan
menginvestasikan dana atau melakukan ikatan bisnis pada individu atau pihak
lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung ,aupun tidak langsung.
2.
Etika
dalam Tempat Kerja
Kewajiban moral utama sebagai pegawai adalah bekerja
mencapai tujuan perusahaan dan menghindari berbagai kegiatan yang akan
mengancam tujuan tersebut. Dalam hal ini, etika bisnis sangat penting untuk
menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan untuk memberikan citra positif
terhadap lingkungan perusahaan. Hal demikian dibuktikan dengan ungkapan John
Rockefeller seorang industriawan terkemuka Amerika ( 1870 ) pendiri cikal bakal
Exxon Mobile, “Kemampuan bertatakrama terhadap oranglain akan saya nilai lebih
tinggi daripada kemampuan – kemampuan lain”. Berikut akan disebutkan beberapa
bentuk etika yang harus dilaksanakan dalam tempat kerja.
-
Menghormati budaya kerja di perusahaan
-
Menghormati senior dan lakukan sebagaimana mestinya tanpa bersikap
berlebihan.
- Hormati
privacy orang lain
- Hormati
cara pandang orang lain
- Tangani
beban pekerjaan masing – masing
- Bersikap
sopan terhadap seluruh orang yang ada di dalam perusahaan tersebut.
- Tidak
semena – mena menggunakan fasilitas kantor
3.
Aktivitas
Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Bagaimana cara dan perilaku manusia melakukan
sesuatu serta bagaimana suatu kelompok individu membentuk kebiasaan.
Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan
kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah
budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu
melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan
pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam
membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar,
melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah
laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah
kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan
fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan
perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu
semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah
yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan
dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya
perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan
terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan
seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat
mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya
prilaku yang tidak etis.
4.
Akuntabilitas
Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan proses keterlibatan
yang konstruktif antara warga negara dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku
dan kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara pemerintah. Tujuan dari
akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut.
a. Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
produksi perusahaan.
b. Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan
mencakup financial dan managerial social accounting, social auditing.
c. Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Guna
mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial terdapat beberapa faktor
yang sering dijadikan sebagai syarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas
sosial, antara lain.
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan
antara Negara dan
Masyarakat
Usaha
untuk mewujudkan akuntabilitas sosial dalam praktek pemerintahan banyak
bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang mampu menjembatani hubungan
antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab,
pertukaran informasi, dialog dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen
baik dari negara maupun dari masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut.
Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan negara dan masyarakat
ditingkatan operasional dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memperkenalkan
cara-cara baru, kesempatan baru serta program baru bagi interaksi negara dan
masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain itu, keberadaan mekanisme ini
digunakan untuk memperbaiki, memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme,
sistem dan aktor yang telah ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari
mekanisme yang menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah
keberadaan Dinas Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan
Kota. Dinas ini dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun justru untuk
meniadakan informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2. Keinginan
dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk
Secara
Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya
keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara dan aktor-aktor Civil
Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah merupakan
prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial. Faktor ini sering kali
berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil
Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang berdaya.
3. Keinginan
dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi penting karena hambatan terbesar bagi
perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para
politisi dan birokrat untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap
pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi
dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara
negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut
dapat semakin disinergikan sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang
bersifat timbal balik antara aktor-aktor yang berasal dari negara maupun
masyarakat.
4. Lingkungan
yang Memungkinkan
Proses
perwujudan akuntabilitas sosial juga menuntut adanya lingkungan politik,
ekonomi dan budaya yang memadai. Pada dunia politik, sebuah proses akuntabilitas
sosial tidak mungkin berhasil jika tidak didukung oleh keberadaan rezim yang
demokratis, adanya sistem multi partai serta pengakuan legal - formal dari hak
- hak sipil dan politik dari warga negara. Demikian juga dalam dunia ekonomi
dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia - sia
ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga
negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua dunia tersebut.
5.
Manajemen
Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak
terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian
ini bisa saja menghancurkan organisasi, karyawan, produk, jasa, kondisi
keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana
perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan
ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik .
Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu
krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi.
Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu
kesempatan untuk memperoleh dukungan publik. Sebab, krisis terjadi apabila ada
benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum, dapat
dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah.
Sebab umum : – gangguan kesejahtraan dan rasa aman.
– tanggung jawab sosial
diabaikan.
Sebab khusus : – kesalahan pengelola yang mengganggu
lapisan bawah.
– penurunan profit
yang tajam.
– penyelewengan.
– perubahan permintaan
pasar.
– kegagalan atau
penarikan produk.
– regulasi dan
deregulasi.
– kecelakaan atau bencana
alam.
Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan
kedalam empat level perkembangan, yakni :
1. Masa
pre-krisis
2. Masa
Krisis Akut (Acute stage)
3. Masa
kronis krisis
4. Masa
kesembuhan dari krisis
Sumber :
http://sarahocta.blogspot.com/2010/01/tugas-etika-bisnis-dan-profesi-isu.html diakses pada tanggal 17 Januari 2014 pukul
16.30
http://anastasiamonita.blogspot.com/2013/01/bab-12-isu-etika-signifikan-dalam-dunia_14.html
diakses pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 16.35
http://rannypurnamasari.blogspot.com/2013/01/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html
diakses pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 16.40
Nama : Anggraini D.W
NPM : 20210848
Kelas : 4EB10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar