Senin, 21 November 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi (4)


Judul : MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT
Oleh : Bayu Krisnamurthi

Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.

KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI/KOPDIT)

Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda.  Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) : 
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain.  Kedua,  koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain.  Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.  Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat.  Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya.  Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebutbaik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit. 
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi.  Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota.  Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini.  Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.


FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup. 
1.      Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri. 
2.      Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi. 
3.      Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi. 
4.      Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi. 
5.       Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan
e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri. 
       6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.


MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA

Isu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :
1.      Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi
2.      Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum
3.      Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk  berkembang. 
4.      Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
5.      Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.  
6.      Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya. 
7.      Peningkatan Citra Koperasi
8.      Penyaluran Aspirasi Koperasi


PENUTUP

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua prasyarat.  Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri 
demi kepentingan mereka sendiri.  Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan.  Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat.  Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif.  Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan.  Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.


  Daftar Pustaka

Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi : Direktur Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)













Nama kelompok :

ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)
RAHMI ISMAYANI (25210588)



Review Jurnal Ekonomi Koperasi (3)


Judul : MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI: PERAN PERGURUAN TINGGI
Oleh : Mubyarto




Pendahuluan :
Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai Perguruan Tinggi tertua sesudah kemerdekaan (lahir 19 Desembar 1949) adalah universitas Perjuangan yang berasas kerakyatan. Artinya misi utama perguruan tinggi di samping Tri Dharma (1) Pendidikan dan Pengajaran; (2) Penelitian; dan (3) Pengabdian pada Masyarakat, UGM juga merupakan lembaga (untuk membantu) perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan asas kerakyatan(demokrasi ekonomi). Dalam pengertian kerakyatan/demokrasi ekonomi, produksi (dan distribusi) dikerjakan oleh semua warga masyarakat dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat. Kerakyatan adalah demokrasi sesuai budaya Indonesia dan sebagai sila ke-4 Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

II KOSUDGAMA Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan
Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada (Kosudgama) berdiri sebagai badan hukum tanggal 31 Maret 1982 dan berkantor di satu rumah dinas milik UGM di Bulaksumur A-14, yang sampai sekarang tetap menjadi kantor pusatnya, meskipun sudah berubah wajah menjadi pusat bisnis dengan toko swalayan, apotik, dan warung telepon untuk umum. Salah satu kemajuan Kosudgama yang patut disebut adalah bahwa keanggotaannya kini menarik orang-orang di luar UGM sendiri, yaitu pegawai UGM bukan dosen, dan dosen-dosen di luar UGM seperti UPN Veteran, UII, dan sebagainya.
Pelajaran apa yang dapat ditarik dari pengalaman keberhasilan Kosudgama? Pertama, kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip berkoperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota. Prinsip kerja koperasi untuk melayani dan sekaligus memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota adalah penting sekali, dan keberhasilannya merupakan ukuran utama misi organisasi. Kedua, Kosudgama adalah koperasi perkumpulan orang, bukan organisasi yang dibentuk terutama untuk menghimpun modal.  Ketika Kosudgama berdiri tahun 1982 tujuan utama koperasi yang diperjuangkan pengurus adalah mengadakan rumah bagi dosen-dosen muda yang sangat membutuhkan, dan membeli buku-buku ajar (textbook) yang relatif mahal dari luar negeri.

III Koperasi Wadah Ekonomi Rakyat
             Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk (sekedar) memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan pokok anggota.
Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi. Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.

IV . Peranan Ilmu Ekonomi

Ilmu Ekonomi yang diajarkan dan diterapkan di seluruh dunia sejak Perang Dunia II yang dirintis awal oleh bukuEconomics An Introductory Analysis (Paul Samuelson dari MIT, 1946, sekarang tahun 2001 edisi ke-17) dikenal sebagai teori ekonomi Neoklasik.  Artinya jika pasar dibiarkan bebas, tidak diganggu oleh aturan-aturan pemerintah yang bertujuan baik sekalipun, masyarakat secara keseluruhan akan mencapai kesejahteraan bersama yang optimal (Pareto Optimal) Di Indonesia, sampai dengan krismon tahun 1997, ilmu ekonomi yang dipahami seperti digambarkan di atas menduduki tempat terhormat di kalangan ilmu-ilmu sosial.

V. Menggugat Ajaran Ekonomi Neoklasik

Mempertanyakan kembali ajaran ilmu ekonomi Neoklasik tidaklah unik di Indonesia. Gunnar Myrdal (1967) menyatakan sejak amat awal bahwa teori ekonomi tidak dikembangkan untuk menganalisis masalah-masalah ekonomi negara-negara terbelakang (under developed regions). Bagi negara-negara yang disebut terakhir, belakangan disebut negara-negara selatan, harus dikembangkan teori lain oleh para ekonom muda dari negara-negara sedang berkembang sendiri. J.H.Boeke, ekonom Belanda, menyatakan hal yang sama jauh sebelumnya dalam disertasinya tahun 1910, dan diperkuatnya dalam pidato pengukuhan Guru Besar Ekonomi kolonial tropik tahun 1930 di Universitas Leiden. Pada tahun 1979 dalam pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Gadjah Mada, kami secara eksplisit menyatakan bahwa teori ekonomi Neoklasik bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian tetapi tidak menolong untuk mengadakanpemerataan dan mewujudkan keadilan. Selanjutnya mengikuti ajaran Joan Robinson (1962), yang menekankan bahwa ilmu ekonomi membahas sistem ekonomi, bukan tentang ahli-ahli ekonomi, maka dalam buku Membangunan Sistem Ekonomi (BPFE, 2000), kami lebih spesifik lagi menunjukkkan bahwa ideologi Pancasila yang telah diterima sebagai ideologi bangsa Indonesia harus, mau tidak mau, dijadikan landasan sistem ekonomi nasional. Maka sistem ekonomi Indonesia adalah, tidak lain, Sistem Ekonomi Pancasila.

V. Pengajaran Ilmu Ekonomi
Satu kesalahan besar yang berubah menjadi semacam dosa dari dosen-dosen pengajar ekonomi di Universitas-universitas di Indonesia adalah bahwa mereka hanya mengajarkan separo saja dari ajaran ekonom klasik Adam Smith. Kita tentu berterima kasih dan bersyukur ada ilmu sosial yang bernama ilmu ekonomi yang telah berjasa membantu manusia menyusun resep-resep dan model-model yang semakin canggih untuk membangun perekonomian modern, dengan akibat standar kehidupan manusia juga semakin tinggi. 
Salah satu kelemahan amat menonjol dari Ilmu Ekonomi Neoklasik adalah keengganannya untuk memasukkan faktor budaya dan masalah keadilan dalam model analisisnya. Bagi Indonesia yang berideologi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu masyarakat yang adil dan  makmur berdasarkan Pancasila, maka pembangunan ekonomi dan ilmu ekonomi yang melandasi penyusunan kebijakan-kebijakan harus mempertimbangkan faktor keadilan ekonomi dan keadilan sosial. Dan ilmu ekonomi yang diajarkan di Fakultas-fakultas Ekonomi haruslah ilmu ekonomi kelembagaan ajaran John R. Commons yang dikembangkan di University of Wisconsin Madison tahun 1904-05.

VI. KESIMPULAN

Satu tahun menjelang pensiun, setelah 40 tahun mengajar, kami merasa bahwa sarjana-sarjana ekonomi yang kami didik dan kami hasilkan tidak terlalu berbeda dengan sarjana-sarjana ilmu sosial lain dalam keahlian dan ketrampilan memecahkan masalah-masalah sosial masyarakat. Di daerah-daerah, para sarjana ekonomi seringkali tidak menunjukkan kelebihan penguasaan cara-cara berpikir ekonomi dalam menyusun rencana-rencana pembangunan bagi pemerintah daerah dan masayarakat di daerah. Jika berada di Bappeda, yang banyak diantaranya tidak dipimpin sarjana ekonomi, mereka, sarjana ekonomi, sering tidak menonjol berpikir tentang ekonomi. Tidak jarang sarjana-sarjana sosial non-ekonomi lebih cerdas berpikir ekonomi dan mampu mengusulkan rencana-rencana pembangunan yang rasional ketimbang sarjana ekonomi.
Kesimpulan kita adalah bahwa pengajaran ilmu ekonomi di Fakultas-fakultas Ekonomi kita kurang tajam (vigorous), kurang relevan, atau keliru. Lebih merisaukan lagi jika kemudian timbul kesan bahwa ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana orang mencari uang, atau mengejar untung, dengan tidak mempertimbangkan akibat tindakan seseorang bagi orang lain. Ilmu ekonomi yang mengajarkan bahwa manusia adalah homo-economicus cenderung mengajarkan sikap egoisme, mementingkan diri sendiri, cuek dengan kepentingan orang lain, bahkan mengajarkan keserakahan. Karena ilmu ekonomi mengajarkan keserakahan maka tidak mengherankan bahwa dalam kaitan konflik kepentingan ekonomi antara perusahaan-perusahaan konglomerat dan ekonomi rakyat, para sarjana ekonomi cenderung atau terang-terangan memihak konglomerat. Dan lebih gawat lagi mereka yang memihak ekonomi rakyat atau melawan konglomerat, dianggap bukan ekonom. Misalnya dalam masalah kenaikan upah minimum propinsi (UMP) tidak diragukan bahwa jika tidak mau di sebut “bukan ekonom” anda harus berpihak pada majikan /pengusaha karena pemaksaan kenaikan UMP “pasti berakibat pada meluasnya penggangguran”.






Daftar Pustaka

James A. Caporaso & David P. Levine, 1992. Theories of Political Economy, Cambridge University Press, Cambridge.
Paul Ekins & Manfred Max-Neef (ed). 1992, Real-Life Economics, Routledge. London-New York.
Steve Keen, 2001. Debunking Economics, Pluto Press-Zed Books, New York.
Daniel B. Klein (ed), 1999, What Do Economists Contribute, New York University Press, New York.
Robert H. Nelson, 2001. Economics as Religion. Pennsylvania State University, University Park.
Paul Ormerod, 1994. The Death of Economics, Faber  & Faber, London.


Nama Kelompok :

ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)
RAHMI ISMAYANI (25210588)



Senin, 07 November 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi (2)

Judul : PERINGKAT PROPINSI DALAM MEMBANGUN EKONOMI KOPERASI ANALISIS BERDASARKAN INDEKS PEKR
Penulis : Johnny W. Situmorang

ABSTRAK
Cooperative Economic development is an integral part of national economic development. The higher capacity of the region in national economy, it should be reflected on the higher regional cooperative economy. In the era of regional outonomy, cooperative developmet constitutes one of the main authorities of the head of the regions. In compliance with the environmental and climate changes, every province will spur to developing cooperative economy to materalizing people’s economy. One of the encouragements to enhance inter regional competition is by identifying the position of the province nationally. By using regional cooperative economic performance/PEKR index, then the provincial rank in could be identified. The result of the analysis shows a good performance of one province is not always indicated by the high regional economy capacity in the national economy. In, 2006 the highest rank was achieved by the Province of Gorontalo, although this province having low regional economic capacity, but it was able to create very high cooperative economy

I.PENDAHULUAN
Pasca krisis ekonomi Indonesia telah memasuki usia satu dekade. Kemajuan perekonomian Indonesia secara mendasar masih belum signifikan, meskipun stabilitas ekonomi makro telah pulih, khususnya dari indikator nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang terkendali, dan neraca perdagangan luar negeri yang positif, yang didukung oleh stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan dukungan investasi yang tinggi pula baik dari investasi langsung nasional maupun asing (FDI). Dunia usaha, khususnya lembaga koperasi, belum menjadi andalan dalam menggerakkan sumberdaya domestik. Itu sebabnya, pengangguran dan kemiskinan masih menjadi persoalan pokok pembangunan ekonomi yang tidak hanya di perdesaan juga sudah menggapai perkotaan.
            Persoalan mendasar yang menjadi penentu kemampuan menarik investasi ke Indonesia adalah iklim investasi dan bisnis yang tidak kondusif. Dari berbagai survey nasional dan internasional menyangkut bisnis dan ekonomi, Indonesia selalu berada pada posisi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Artinya, Indonesia belum menjadi negara tujuan investasi. Kalaupun ada aliran investasi ke Indonesia belum menyentuh bidang usaha yang menjadi andalan perekonomian dan masih terlihat dunia usaha lebih menyukai pusat operasinya di regional (daerah) tertentu saja, khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali.
            Pembangunan koperasi adalah salah satu strategi setiap kepala daerah dalam pembangunan ekonomi. Karena koperasi telah dikenal luas selama ini sebagai lembaga yang dianggap mampu mewadahi masyarakat mencapai cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat berdasarkan kultur kerjasama. Secara ideal, koperasi tidak hanya sebagai badan usaha rakyat tapi juga sebagai lembaga yang dianggap mampu mengejawantahkan peran konstitusi (pasal 33 UUD 1945) dalam konteks ekonomikerakyatan.

II. METODE ANALISIS
Berbagai metode dapat dikembangkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan di atas. Selama ini, persoalan menyangkut peran koperasi lebih sering dikumandangkan berdasarkan analisis historikal yang normatif. Tulisan ini mencoba menampilkan analisis yang lebih positif dengan menggunakan fakta empirik menyangkut posisi ekonomi koperasi dikaitkan dengan kemampuan ekonomi regional dimana koperasi itu berada. Pendekatan relatifitas menjadi dasar dalam analisis ini. Untuk mengetahui performa propinsi dalam pengembangan ekonomi koperasi digunakan metode indeks, berdasarkan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional (IPEKR) dari sisi regional atau propinsi atau kawasan Indonesia (selanjutnya disebut regional) atau Regional Cooperative Economic Performance Index (RCEPI)
Pendekatan analisis berdasarkan IPEKR atau indeks RCEP tersebut dirumuskan dalam beberapa persamaan berikut ini. Ukuran ekonomi koperasi regional/propinsi (UEKR) atau disebut juga sebagai regional cooperative economic size (RCES) adalah sebagai berikut:
UEKR =   VUKN          
                 VUKR
Dimana VUKR = volume usaha koperasi regional/propinsi (Rp triliun) dan VUKN = volume usaha koperasi nasional (Rp triliun).
Ukuran ekonomi regional/propinsi (UER) atau disebut juga sebagai regional economic size (RES) dirumuskan sebagai berikut:
UER =  PDRB
              PDB
Dimana PDRB = produk domestik regional bruto dari propinsi dan PDB = produkdomestik bruto Indonesia.

IPEKR atau RCEPI dapat dirumuskan sebagai rasio antara UEKR dengan UER,
yakni:
IPEKR = UEKR
                UER
Dimana UEKR = ukuran ekonomi koperasi regional dan UER = ukuran ekonomi regional

Metode ini cukup baik untuk menjelaskan rating dan peringkat regional/propinsi
dalam pengembangan ekonomi atau bisnis koperasi

III.HASIL ANALISIS
3.1. Rating dan Peringkat Propinsi
            Sebagaimana terlihat dalam metode analisis, IPEK merupakan ukuranrating propinsi dalam performa ekonomi koperasi. Pada tahun 2006, sebaran rating propinsi sangat beragam. Rating tertinggi adalah mencapai 5.6086 dan terendah 0.1224. Rating 5.6086 menunjukkan bahwa performa ekonomi koperasi regional mencapai 5.61 kali lebih tinggi daripada kemampuan ekonomi regionalnya. Dengan kata lain, setiap 1% pangsa ekonomi regional terhadap nasional akan menciptakan 5.61% ekonomi koperasi regional. Rating 0.1224 berarti setiap 1% pangsa ekonomi regional hanya menciptakan 0.1224% ekonomi koperasi atau 87.76% di bawah kapasitas ekonomi regionalnya.
            Hasil dari analisis ini memperlihatkan suatu hal yang tidak disangka sebelumnya secara radikal. Justru rating tertinggi dicapai oleh Propinsi Gorontalo (5.6086) dan terrendah Propinsi Kepulauan Riau (0.1224). Rating tinggi dicapai oleh 12 propinsi, yakni Gorontalo, Bali (3.5734), Jawa Timur (2.3627), Maluku (2.3113), DI Yogyakarta (1.7472), Jawa Tengah (1.6723), NTB (1.3200), Sumatera Selatan (1.2468), Sulawesi Utara (1.1426), Sulawesi Selatan (1.0870), Lampung (1.0632), dan Sulawesi Tenggara (10239). Dengan rating tersebut, maka secara berurutan peringkat-1 diduduki oleh Propinsi Gorontalo, dan seterusnya sesuai dengan rating di atas. Hal yang mengejutkan lagi adalah propinsi yang selama ini diketahui selalu menunjukkan jumlah koperasi yang banyak ternyata tidak selamanya mampu menduduki posisi tertinggi dalam mengembangkan ekonomi koperasi. Hal ini terlihat misalnya Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau. Bahkan posisi DKI Jakarta terpuruk pada urutan ke-
21.
3.2. Ukuran Ekonomi Regional
            Sejauhmana kemampuan ekonomi relatif regional/propinsi terhadapnasional merupakan ukuran ekonomi regional atau kapasitas dari propinsi tersebut dalam bidang ekonomi. Kapasitas itu diukur berdasarkan PDRB dan PDB yang biasa digunakan untuk mengukur perekonomian.
            Memperhatikan kapasitas regional, semestinya propinsi yang memiliki kapasitas tinggi dalam perekonomian akan menunjukkan performa ekonomi koperasi yang juga harus tinggi. Namur kenyataannya berbeda, hal tersebut sangat tergantung pada strategi dan upaya propinsi menggerakkan sumberdaya ekonomi koperasi di wilayahnya. Kalau propinsi tersebut mampu menggerakkan sumberdaya koperasi melebihi UER-nya maka propinsi tersebut dinyatakan bekerja secara penuh memanfaatkan kapasitas ekonomi regionalnya. Sebaliknya, kalau propinsi tersebut tidak sanggup menggerakkan sumberdayanya maka performa ekonomi koperasi regional akan rendah. Artinya, propinsi tidak mampu menggunakan kapasitas ekonominya dengan baik untuk memajukan koperasi sebagai wujud ekonomi rakyat.
3.3. Ukuran Ekonomi Koperasi Regional
            Gambaran mengenai kemampuan propinsi mengembangkan ekonomi koperasi terlihat dari ukuran ekonomi koperasi regional (UEKR). Dimensi ini menunjukkan sejauhmana propinsi memberikan kontribusi terhadap ekonomi koperasi secara nasional. Indikator ini juga mencerminkan kapasitas propinsi dalamekonomi koperasi.
            Kapasitas ekonomi regional, yakni propinsi, pulau, dan kawasan, berdasarkan UER dan UEKR yang tinggi ternyata belum menjamin tingginya peringkat propinsi itu dalam performa ekonomi koperasi. IPEKR beberapa propinsi yang memiliki kapasitas tinggi baik ekonomi regional maupun ekonomi koperasi, hanya Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masuk dalam kategori performa baik. Sedangkan Jawa Barat, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta tidak termasuk sebagai propinsi yang performanya baik.

IV. Penutup
Dari uraian di atas dapat dinyatakan model analisis PEKR (Performa Ekonomi Koperasi Regional) dapat menjelaskan dengan baik posisi propinsi dalam perekonomian koperasi. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa peringkat tertinggi propinsi tidak selalu mencerminkan ukuran ekonomi regional yang tinggi secara nasional. Justru beberapa propinsi yang kapasitas ekonomi regionalnya rendah terhadap nasional menempati posisi yang tinggi ditinjau dari performanya. Penyebabnya terkait pada strategi mobilisasi kekuatan ekonomi yang tidak fokus pada koperasi.

Untuk itu, sudah saatnya bagi kepala daerah yang peringkatnya rendah tapi kapasitas ekonominya tinggi meninjau kembali rencana strategi pembangunan daerah dan implementasi rencana tersebut agar tetap memberikan bobot yang tinggi pada koperasi. Hal ini dimungkinkan karena otonomi daerah memberikan keleluasaan kepala daera untuk mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan spesifik lokal daerahnya. Peringkat rendah propinsi dalam pengembangan koperasi seyogianya menjadi pemicu peningkatan persaingan antar daerah agar ekonomi koperasi semakin meningkat    

DAFTAR PUSTAKA
_____________, (2005). World Investment Report. Website UNCTAD. Swiss.
_____________, (2008). Statistik Indonesia 2008. Website BPS. Jakarta.
_____________, (2008). Statistik Bank Indonesia. Websit BI. Jakarta
Situmorang, Johnny W., (2006). Pemeringkatan Koperasi Berdasarkan Membership Dignity
Performance Index. Studi Kasus Koperasi di Kabupaten Bandung. Bahan Diskusi Isyusyu Strategis, Kedeputian Pengkajian KUKM, Kementerian KUKM. Jakarta, Kamis 12
Oktober. Jakarta.
Situmorang, Johnny W, Pariaman Sinaga, dan Rinie Sriyanti, (2006). Prototipe Model
Pemeringkatan Koperasi Berdasarkan Cooperative Membership Dignity Index. Studi
Kasus Koperasi di Kabupaten Bandung. Majalah Infokop, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara KUKM, Desember 2006. Jakarta13
Situmorang, Johnny W., (2007). Sektor Industri Manufaktur Pilihan Investasi PMDN dan
PMA, Tahun 2001-2006. Communication Paper, CBES. Jakarta, Pebruari.
__________________, (2007). Performa Regional Menarik Investasi PMDN dan PMA, Tahun
2001-2006. CBES-Communication Paper, Maret.
__________________, (2007). Kalimantan Tengah Peringkat Pertama Menarik PMDN.
Feature Website KB. Antara. Mei 2007.
__________________, (2007). Pilihan Investasi PMDN Sektor Industri Manufaktur Dan PMA,
Tahun 2001-2006. CBES-Communication Paper, Maret 2007.
__________________, (2007). Banten Peringkat Pertama Menarik PMA. CBESCommunication Paper, Mei 2007.
Situmorang, Johnny W, dkk., (2007). Studi Pengembangan Model Pemeringkatan Koperasi.
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kementerian Negara KUKM. Jakarta






Nama Kelompok :
ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)
RAHMI ISMAYANI (25210588)